Bahaya sampah plastik bagi hewan, Sampah plastik adalah faktor utama penyebab kerusakan ekosistem di laut. Situasi sosial-ekonomi masyarakat Indonesia yang seolah bergantung pada penggunaan plastik, menyebabkan penumpukan sampah plastik, baik di darat maupun di laut. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik, mengingat betapa bahayanya plastik bagi ekosistem, terutama ekosistem laut.
Sampah plastik yang tidak sengaja dimakan oleh organisme laut tentunya sangat berbahaya karena jika organ tubuh suatu organisme laut tercemar sampah plastik, maka akan mengakibatkan penyumbatan, komplikasi, hingga kematian organisme-organisme di lautan. Dari kasus-kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan sampah plastik di lautan sangat berbahaya dan dapat mengancam kehidupan ekosistem laut.
Dampak secara tidak langsung yang ditimbulkan adalah sampah plastik mampu mengakibatkan kerusakan terumbu karang. Terumbu karang berfungsi sebagai habitat bagi organisme lain, oleh karena itu keberadaan terumbu karang sangat berpengaruh terhadap kehidupan oragnisme laut yang lain. Sampah plastik akan tersangkut dan menutupi terumbu karang, sehingga proses fotosintesis akan terganggu.
Kondisi Sampah Plastik di Laut
Bahaya sampah plastik dilaut, Sampah plastik memiliki kandungan senyawa polimer yang tentu saja bisa mencemari lingkungan, karena sulit diurai. Bila biota laut sering mengkonsumsi sampah plastik, akan berakibat kematian. Hal ini tentu saja menjadi masalah yang serius bagi negara Indonesia.
Sampah laut memiliki beragam ukuran, namun yang paling berbahaya adalah ukuran micro-debris dan nano-debris.
- Micro-debris berukuran kecil sekitar 0,33 hingga 5,0 mm. Sampah ini mudah terbawa oleh arus dan berbahaya karena mudah masuk ke organ tubuh organisme laut, seperti ikan dan kura-kura.
- Nano-debris berukuran di bawah micro-debris yang sangat berbahaya karena mudah masuk ke organ tubuh organisme.
Penelitian dari World Wild Fund (WWF) Indonesia menyebut bahwa 25 persen spesies ikan laut telah mengandung partikel mikroplastik. Hal ini bisa terjadi karena plankton –yang berfungsi sebagai sumber makanan ikan di lautan– mengkonsumsi micro-debris dan nano-debris.
Lokasi yang sangat rentan menjadi sumber pencemaran mikroplastik bagi biota ialah sungai dataran rendah, danau dataran rendah, pantai, hingga ekosistem mangrove. Pada tahun 2022 saja, ada 88 persen spesies laut yang sudah terkontaminasi plastik yang parah di lautan. Banyak organisme laut menelan plastik ini, termasuk hewan laut yang biasa dikonsumsi manusia.
WWF pun memperingatkan, kandungan mikroplastik telah ditemukan di spesies kerang biru dan tiram. Bahkan, ditemukan pula di seperlima sarden kalengan yang biasa kita konsumsi.
Laporan WWF memperkirakan, produksi plastik akan kian berlipat ganda di tahun 2040. Hal ini sangat berpotensi peningkatan empat kali lipat sampah plastik di lautan dan akan mencemari area yang setara dengan 2,5 kali luas ukuran Greenland.
Bahaya Sampah Plastik Bagi Rantai Makanan
Efek domino dari ancaman sampah plastik adalah dapat merusak rantai makanan bagi manusia dari lautan. Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga (UNAIR), Dr. Veryl Hasan menjelaskan bahwa mikroplastik bisa menggantikan peran fitoplankton dan zooplankton. Bila terus berlanjut, hal ini bisa mengurangi populasi ikan-ikan kecil, bahkan hingga ke predator puncak.
“Mereka (ikan) sulit membedakan mana plankton, mana yang mikroplastik. Ini yang menjadi masalah, di mana ikan yang mestinya tumbuh dari makanan plankton, justru tercampur dengan mikroplastik. Sehingga mengganggu metabolisme ikan dan mengakibatkan populasinya berkurang,” ungkap Veryl sebagaimana yang dikutip dari unair.ac.id.
Dampak nyatanya pun kian terlihat. Veryl menyoroti eksistensi hiu sungai gangga di Kalimantan Utara dan Kalimantan Tengah yang hanya tersisa 240 ekor di dunia per tahun 2022. Hiu ini terancam punah karena tidak tersedia makanan bagi mereka. Diakibatkan dari mikroplastik yang sudah mencemari laut dan ketidak seimbangan populasi konsumen terendah di laut.
Bukan hanya itu, temuan sampah plastik pada biota laut pun ditemui di perairan di Indonesia. Prof. Dr. Markus T. Lasut dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Sam Ratulangi Manado mengungkapkan bahwa secara tidak sengaja menemukan plastik di dalam usus besar di ikan raja laut, Latimeria menadoensis.
Ikan raja laut disebut sebagai fosil hidup atau ikan purba, karena rupanya yang tidak berubah sejak 400 juta tahun lalu. Ikan ini kembali populer setelah ditemukan di Pulau Manado Tua pada 1997 dan 1998.
Bila kita terus saja menutup mata, akan sangat mungkin menjadi bumerang bagi umat manusia. Bagaimana tidak, biota laut sudah menjadi bahan pokok konsumsi keseharian manusia.
Bila manusia mengkonsumsi ikan yang telah tercemar mikroplastik, dampaknya bisa menimbulkan berbagai penyakit baru. Dibutuhkan tindakan dan langkah pencegahan yang serius terhadap larangan pembuangan sampah ke laut karna akan menyebabkan bahaya sampah plastik bagi hewan dilaut.